Nazhm Al-Mutanatsir min Al-Hadits Al-Mutawatir Karya Muhammad bin Ja’far Al-Kattani
Kamis, 09 Juli 2015
BIOGRAFI
1. Sekilas tentang al-Shaikh Muhammad bin Ja'far
Beliau adalah seorang yang sangat alim, panutan para manusia, ahli tafsir,
ahli hadis, ilmu fikihnya sangat tinggi, musnid, sejarawan, hafalannya sangat
kuat, pengikut tarekat sufi, Abu Abdillah Muhammad bin Syaikh Abu al-Mawahib
Ja’far bin Idris al-Kattani al-Idrisi al-Fasi. Ayahnya adalah Salah satu ulama’
besar Maroko.
Beliau rahimahullah lahir pada tahun 1374 H., didalam keluarga al-Kattani,
yang terkenal sebagai marga yang berpegang teguh kepada keilmuan, mengamalkan
ilmu yang mereka peroleh, amar ma’ruf nahi mungkar, dan juga terkenal
sebagai penasihat kaum muslimin. Ibu beliau meninggal ketika beliau masih
kecil. Kemudian, bapaknya lah yang merawat dan menanggung kehidupannya.
Kemudian bapaknya menitipkan beliau di Kuttab. Disana, beliau menghafal
al-Qur’an dan hafal matan-matan keilmuwan yang sangat penting. Selanjutnya,
ayahnya mendaftarkannya di Universitas al-Qurrawiyyin. Maka, beliau mempelajari
berbagai bidang keilmuwan dari Tafsir, Fiqih, Ushul Fiqih, Hadis, Bahasa,
Nahwu, Balaghah, Sejarah, Shorof, Mantiq, dan lain-lain.
2. Guru-Murid
Beliau belajar melalui imam-imam besar dalam bidang keilmuwan pada
zamannya. Sebagian dari guru-gurunya
yang berada didaerah Fes, antara lain ayahnya sendiri, Abu Mawahib Ja’far bin
Idris al-Kattani. Beliau belajar dan mengulang kitab Shahih al-Bukhari
bersama ayahnya sebanyak 20 kali. Beliau juga belajar dari adik kakeknya,
Muhammad bin Abdul Wahid al-Kattani, dan Abu Abdillah, Muhammad bin Abdurrahman
al-Kattani al-‘Alawi (w.1317 H). Abu Abdillah Muhammad al-Madini bin Ali bin
Jalluun (w. 1298 H), yang melatih beliau dan memberikan motivasi yang sangat
besar untuk menggeluti dan sibuk dalam ilmu hadis dan membuat beliau mencintai
hadis. Kemudian Abu al-Abbas Ahmad bin Bunnani (w. 1306). Melalui guru ini,
beliau belajar banyak kitab-kitab utama dalam bidang hadis. Selanjutnya masih
banyak lagi ulama’-ulama’ besar Maroko yang menjadi tempat berguru beliau.
Majelis beliau di Universitas Qurrawiyyin terkenal dengan banyaknya murid,
dan sangat jarang majelis yang dapat menandingi majelis beliau. Perkiraan murid
yang mengambil ilmu hadis dari beliau mencapai ribuan, dari ulama’ al-Jazair,
Tunisia, Libia, Mesir, Hijaz, Syam, Iraq, India, Turki, ketika mereka tahu akan
keluasan keilmuan, khususnya dalam bidang hadis. Beliau sudah hampir menghimpun
seluruh bidang keilmuwan yang diperlukan sebagai syarat untuk berijtihad.
3. Rihlah Ilmiyyah
Beliau belajar mencari ilmu ke Hijaz tahun (1321 H), kemudian ke Syam dan Mesir,
dan mengambil ilmu dari Syaikh dan Ulama’ besar disana. Beliau haji kedua kalinya
pada tahun 1325 H, dan memboyong semua keluarganya untuk tinggal di Madinah
al-Munawwarah. Beliau tinggal di Madinah selama setahun, setelah lengsernya
pemerintahan Maula Abdul Aziz dan berganti dengan Sultan Maula Abdul Hafidz. Dia
menemukan tidak adanya kestabilan negaranya dan beliau pulang ke Maroko pada
tahun 1326 H. Kemudian beliau hijrah ke Madinah al-Munawwarah lagi tahun 1328 H,
dan beliau disana sampai tahun 1336. Pada masa itu, ia membangkitkan semangat
keilmuwannya yang sangat besar di tanah al-Haramain al-Syarifain tersebut.
Beliau mengajarkan berbagai bidang dan kitab-kitab keilmuan. Beliau juga
memperdalam mempelajari fikih empat madzhab. Dan ia juga memperdalam metode
pen-tahqiq-an kitab dan memperluas pengetahuannya. Beliau mempunyai
kedudukan yang sangat tinggi pada pemerintahan Usmaniyah. Beliau juga sebagai
hakim di negara tersebut. Beliau sangat dihormati sebagai ulama besar oleh para
pembesar Hijaz. Beliau juga menjadi salah satu hakim disana.
Kemudian beliau pindah ke Damaskus pada tahun 1336 H. Di Damaskus, sangat
banyak orang senang dengannya. Beliau tinggal di Damaskus dengan menyalakan api
keilmuwan yang bisa menyinari seluruh ahli ilmu dan pendakwah Syam. Ketika penjajahan
Perancis masuk Suriah, beliau memutuskan untuk pulang ke Fes. Maka beliau
pulang lagi ke Fes pada tahun 1345 H. Dikampung halamannya itu, beliau
berkonsentrasi dalam menyampaikan pelajaran-pelajaran di Universitas
Qurrawiyyin, salah satunya adalah mengajar Syarah Musnad Imam Ahmad.
4. Komentar Ulama
Beliau terlahir dengan kelebihan hafalan yang sangat kuat dan sangat kuat
agamanya, sangat zuhud terhadap dunia, dan juga sangat mengharapkan akhirat.
Kelebihan-kelebihan tersebut terkenal dikalangan para ulama sezaman, baik
guru-gurunya, maupun santri-santrinya.
Syaikh Abdul Hayy al-Kattani berkata: “Beliau rahimahullah adalah
orang yang bergelut dengan hadis dan ilmu hadis, sangat luas dan mendalam dalam
mempelajari ilmu hadis. Beliau juga mendalami ilmu langsung dari kitab-kitab
rujukan yang mu’tabar, sehingga beliau mempunyai kekayaan dalam berbagai
disiplin ilmu yang dipelajarinya, hingga tidak ada yang bisa menyainginya
diseluruh penjuru Fes dan Maroko. Beliau belajar dan memiliki sanad hadis yang
baik dan meriwayatkan kutubussittah dengan sangat baik. Beliau juga
dikenal sebagai orang yang beriringan dengan sunnah dalam menyampaikan
pesan-pesannya, baik dalam berbicara maupun dalam perbuatan. Beliau selalu
teguh dalam menjalankan kesunnahan. Beliau selalu berusaha menerapkan hadis
dalam ilmu dan perbuatannya. Sejarah dan biografi beliau sudah sangat terkenal
di bumi bagian timur maupun barat. Dengan sebab-sebab itu, ulama-ulama besar
sangat merasa bahagia atau berbangga atas kehadirannya.”
Murid beliau, Abdul Hafidz al-Fasi berkata: “Muhammad bin Ja’far adalah
salah satu ulama besar Fes, seorang yang mulia dan agung, orang yang multitalent,
sangat menguasai dalam bidang ilmu yang beliau pelajari, ilmunya sangat luas
dalam berbagai disiplin ilmu, sangat kuat dalam bidang hadis nabi, sangat faham
terhadap makna-makna hadis dan fiqihnya, ucapan beliau sangat bagus, fasih, dan
sangat faham tentang rijal al-hadis, sangat paham terhadap ulama-ulama
masa lalu, terlebih terhadap ulama Fes. Beliau juga sangat memahami ulama-ulama
madzhab.
5. Karya-Karya
Disamping usaha beliau yang sangat besar mengajar para santrinya, beliau
juga sangat produktif dalam menulis. Beliau mengisi perpustakaan islam kurang
lebih sebanyak 60 karangan dalam bidang ilmu yang berbeda-beda.
Di antaranya adalah:
·
Nazhm al-Mutanatsir fi al-Hadits al-Mutawatir
·
Al-Di’amah fi Ahkam al-‘Imamah
·
Al-Risalah al-Mustathrafah
·
Al-Maulid al-Nabawi
·
Sulwah al-Anfas fi Tarajum ‘Ulama’ Fas
·
Al-Azhar al-‘Athirah al-Anfas fi Sirah
al-Sayyid Idris
·
Al-Nubdah al-Yasiirah al-Nafi’ah fi Tarajum
Rijal al-Usrah al-Kattaniyah.
Semua orang menyaksikan kehebatan
dan kontribusi beliau yang sangat besar dalam kemajuan dan kecerdasan
intelektual. Kabar tentang beliau sudah tersebar, baik di timur maupun di
barat.
Beliau meninggal di Fes
pada tanggal 16 Ramadhan 1345 H, Pada usia 76 tahun. Beliau dimakamkan di pemakaman keluarga al-Kattani di pinggiran Fes. Sekitar 500.000 orang dari semua lapisan sosial
Fes menghadiri pemakamannya. Dua tahun kemudian, tubuhnya dipindahkan ke tempat
pemakaman khusus di dalam kota Fes, pada hari senin, 12 Rabiul Akhir 1347 H. Semoga Allah Merahmati Beliau dengan Rahmat
yang luas.
6.
Metode Penulisan Hadits Dalam Kitab “Nazhm Al-Mutanatsir min
Al-Hadits Al-Mutawatir”
Dalam kitab ini
Al-Imam Muhammad bin Ja’far Al-Kattani mengumpulkan hadits-hadits mutawatir dan menyusunnya
secara tartib mudhu’i sesuai dengan persamaan dari setiap hadits
mutawatir tersebut yang berdasarkan atas banyaknya jumlah periwayat, persamaan
pendapat para ulama, sehingga penting baginya untuk menyusun kitab ini karena
banyaknya hadits-hadits mutawatir yang mana para ulama mewajibkan untuk
mengamalkannya.
Para ulama
sendiri telah mengklasifikasikannya ke dalam beberapa macam penyusunan, dari
beberapa macam tersebut mereka mengkategorikannya lagi ke dalam beberapa model.
Di antaranya “Al-Ahadits Al-Mutawatirah Al-Masyhurah”. Adapun Al-Kattani telah
mengeksplorasi sebelumnya hadits-hadits mutawatir dari beberapa sumber dan
data-data yang ada sampai akhirnya ia dapat mengumpulkan hadits-hadits tersebut
dalam jumlah yang banyak. Dan ketika Al-Kattani merasa takut akan hilangnya
hafalan darinya maka ia menyusun buku yang diberi nama “Nazhm Al-Mutanatsir min
Al-Hadits Al-Mutawatir” dan itu ia lakukan sebelum mengkaji kitab “Al-Azhar
Al-Mutanatsiroh” karangan Al-Imam As-Shuyuthi yang beliau ringkas dari kitab
sebelumnya “Al-Fawaid Al-Katsirah”.
Kemudian
setelah itu Al-Kattani mengkaji kitab karangan As-Shuyuthi tersebut, lalu ia
tambahkan dalam kitabnya secara keseluruhan dari hadits-hadits yang ada dalam
Al-Azhar tanpa meninggalkan 1 hadits pun. Dari penambahan-penambahan tersebut
Al-Kattani memilah-milah mana yang dari sahabat dan mana yang dari tabi’i yang
dianggap tidak adanya kesinambungan sanad dari para perawinya. Dalam benaknya
Al-Kattani terbesit keinginan sekiranya kalau lah mudah baginya untuk
menambahkan hadits-hadits yang belum tercantum dalam karangan As-Shuyuthi
niscaya ia akan menambahkannya, tentunya dengan adanya izin Allah dan tanpa
bermaksud memberikan pernyataan-pernyataan yang bertolak belakang dengan apa
yang telah As-Shuyuthi lakukan.
Dikatakan
bahwa dalam penyusunan hadits-hadits
mutawatir setelah Sakhowi adalah golongan dari mereka, yang salah satunya
adalah Al-Imam Al-Hafizh Jalaluddin Abu Fadhl Abdurrahman bin Abu Bakar
As-Shuyuthi (w. 911 H) yang diberi nama “Al-Fawaid Al-Mutakatsirah fil Akhbar
Al-Mutawatirah” yang disusun secara per-bab dengan mencantumkan
sekurang-kurangnya 10 sahabat atau lebih. Ia
sangat menguasai aspek-aspek di dalamnya mulai dari sanad, metode, dan
lafadz-lafadznya. Kemudian ia menyusun kitab lagi yang diberi nama “Al-Azhar
Al-Mutanatsirah fil Akhbar Al-Mutawatirah” sebagai ringkasan dari penyebutan
hadits-hadits dan para periwayatnya dari kalangan sahabat sampai kepada para
Al-A’immah Al-Masyhurin yang ia cantumkan dalam kitab sebelumnya.
Dalam kitab “Nazhm
Mutanatsir” terdapat 31 bab yang terdiri dari 130 hadits, masing-masing
ditulis dengan tartib maudhu’i -tartib hija’i-. Adapun dalam
kitab Al-Azhar dikatakan terdapat 100 hadits, akan tetapi Al-Kattani mengira
lebih dari 100 sekitar 12 lebih banyak. Selain As-Shuyuthi ada Al-Imam
Al-Hafizh Syamsuddin Abu Abdillah Muhammad bin Muhammad bin Ali bin Thulun
Al-Hanafi Ad-Dimasyqi (w. 953 H) yang mengarang kitab “Al-La’aali
Al-Mutanatsirah fii Al-Ahadits Al-Mutawatirah”
Dikatakan dalam
syarh “An-Nukhbah li Al-‘Allaamah” karangan Abu Hasan Muhammad Shodiq As-Sanadi
Al-Madani bahwa “As-Shuyuthi termasuk orang yang memudahkan dalam memberikan hukum mutawatir yang mana ia telah melakukannya pada
hadits-hadits yang ia cantumkan dalam Al-Azhar Al-Mutanatsirah fii Al-Ahadits
Al-Mutawatirah, ia juga menyebutkan beberapa hadits yang diduga tidak mencukupi
syarat mutawatir, itu terbukti dari perkataannya yang bermaksud bahwa dirinya
mengumpulkan hadits-hadits mutawatir lafdzi akan tetapi di sisi lain
hadits-hadits yang ia nyatakan dalam kitab-kitab lain diketahui bahwa
hadits-hadits tersebut mutawatir maknawi”
DAFTAR PUSTAKA
Muhammad bin Ja’far Al-Kattani. 1993. Muqaddimah
al-Risalah Al-Mustathrafah, Beirut: Dar Al-Basya’ir Al-Islamiyyah
Muhammad bin Ja’far Al-Kattani. 2010. Nazhm
Al-Mutanatsir fii Al-Hadits Al-Mutawatir, Kairo:
Daar Al-Kutub Al-Salafiyyah
Abdul Hafidz al-Fasi. 2003. Mu’jam
al-Syuyukh, Beirut: Daar Al-Kutub Al-Ilmiyyah
Khair al-Din bin Mahmud Al-Zirakli. 2002. Al-A’lam al-Zirakli, Daar Al-‘Ilm Al-Malayin
Umar bin Ridha Al-Dimasyq. Mu’jam al-Mu’allifin, Beirut: Daar Ihya Al-Turats