-->

Nazhm Al-Mutanatsir min Al-Hadits Al-Mutawatir Karya Muhammad bin Ja’far Al-Kattani


Nazhm Al-Mutanatsir min Al-Hadits Al-Mutawatir Karya Muhammad bin Ja’far Al-Kattani
           BIOGRAFI

       1.    Sekilas tentang al-Shaikh Muhammad bin Ja'far 

       Beliau adalah seorang yang sangat alim, panutan para manusia, ahli tafsir, ahli hadis, ilmu fikihnya sangat tinggi, musnid, sejarawan, hafalannya sangat kuat, pengikut tarekat sufi, Abu Abdillah Muhammad bin Syaikh Abu al-Mawahib Ja’far bin Idris al-Kattani al-Idrisi al-Fasi. Ayahnya adalah Salah satu ulama’ besar Maroko.

Beliau rahimahullah lahir pada tahun 1374 H., didalam keluarga al-Kattani, yang terkenal sebagai marga yang berpegang teguh kepada keilmuan, mengamalkan ilmu yang mereka peroleh, amar ma’ruf nahi mungkar, dan juga terkenal sebagai penasihat kaum muslimin. Ibu beliau meninggal ketika beliau masih kecil. Kemudian, bapaknya lah yang merawat dan menanggung kehidupannya. Kemudian bapaknya menitipkan beliau di Kuttab. Disana, beliau menghafal al-Qur’an dan hafal matan-matan keilmuwan yang sangat penting. Selanjutnya, ayahnya mendaftarkannya di Universitas al-Qurrawiyyin. Maka, beliau mempelajari berbagai bidang keilmuwan dari Tafsir, Fiqih, Ushul Fiqih, Hadis, Bahasa, Nahwu, Balaghah, Sejarah, Shorof, Mantiq, dan lain-lain.

2.    Guru-Murid
Beliau belajar melalui imam-imam besar dalam bidang keilmuwan pada zamannya.  Sebagian dari guru-gurunya yang berada didaerah Fes, antara lain ayahnya sendiri, Abu Mawahib Ja’far bin Idris al-Kattani. Beliau belajar dan mengulang kitab Shahih al-Bukhari bersama ayahnya sebanyak 20 kali. Beliau juga belajar dari adik kakeknya, Muhammad bin Abdul Wahid al-Kattani, dan Abu Abdillah, Muhammad bin Abdurrahman al-Kattani al-‘Alawi (w.1317 H). Abu Abdillah Muhammad al-Madini bin Ali bin Jalluun (w. 1298 H), yang melatih beliau dan memberikan motivasi yang sangat besar untuk menggeluti dan sibuk dalam ilmu hadis dan membuat beliau mencintai hadis. Kemudian Abu al-Abbas Ahmad bin Bunnani (w. 1306). Melalui guru ini, beliau belajar banyak kitab-kitab utama dalam bidang hadis. Selanjutnya masih banyak lagi ulama’-ulama’ besar Maroko yang menjadi tempat berguru beliau.

Majelis beliau di Universitas Qurrawiyyin terkenal dengan banyaknya murid, dan sangat jarang majelis yang dapat menandingi majelis beliau. Perkiraan murid yang mengambil ilmu hadis dari beliau mencapai ribuan, dari ulama’ al-Jazair, Tunisia, Libia, Mesir, Hijaz, Syam, Iraq, India, Turki, ketika mereka tahu akan keluasan keilmuan, khususnya dalam bidang hadis. Beliau sudah hampir menghimpun seluruh bidang keilmuwan yang diperlukan sebagai syarat untuk berijtihad.

3.    Rihlah Ilmiyyah
Beliau belajar mencari ilmu ke Hijaz tahun (1321 H), kemudian ke Syam dan Mesir, dan mengambil ilmu dari Syaikh dan Ulama’ besar disana. Beliau haji kedua kalinya pada tahun 1325 H, dan memboyong semua keluarganya untuk tinggal di Madinah al-Munawwarah. Beliau tinggal di Madinah selama setahun, setelah lengsernya pemerintahan Maula Abdul Aziz dan berganti dengan Sultan Maula Abdul Hafidz. Dia menemukan tidak adanya kestabilan negaranya dan beliau pulang ke Maroko pada tahun 1326 H. Kemudian beliau hijrah ke Madinah al-Munawwarah lagi tahun 1328 H, dan beliau disana sampai tahun 1336. Pada masa itu, ia membangkitkan semangat keilmuwannya yang sangat besar di tanah al-Haramain al-Syarifain tersebut. Beliau mengajarkan berbagai bidang dan kitab-kitab keilmuan. Beliau juga memperdalam mempelajari fikih empat madzhab. Dan ia juga memperdalam metode pen-tahqiq-an kitab dan memperluas pengetahuannya. Beliau mempunyai kedudukan yang sangat tinggi pada pemerintahan Usmaniyah. Beliau juga sebagai hakim di negara tersebut. Beliau sangat dihormati sebagai ulama besar oleh para pembesar Hijaz. Beliau juga menjadi salah satu hakim disana.

Kemudian beliau pindah ke Damaskus pada tahun 1336 H. Di Damaskus, sangat banyak orang senang dengannya. Beliau tinggal di Damaskus dengan menyalakan api keilmuwan yang bisa menyinari seluruh ahli ilmu dan pendakwah Syam. Ketika penjajahan Perancis masuk Suriah, beliau memutuskan untuk pulang ke Fes. Maka beliau pulang lagi ke Fes pada tahun 1345 H. Dikampung halamannya itu, beliau berkonsentrasi dalam menyampaikan pelajaran-pelajaran di Universitas Qurrawiyyin, salah satunya adalah mengajar Syarah Musnad Imam Ahmad.

4.    Komentar Ulama

Beliau terlahir dengan kelebihan hafalan yang sangat kuat dan sangat kuat agamanya, sangat zuhud terhadap dunia, dan juga sangat mengharapkan akhirat. Kelebihan-kelebihan tersebut terkenal dikalangan para ulama sezaman, baik guru-gurunya, maupun santri-santrinya.

Syaikh Abdul Hayy al-Kattani berkata: “Beliau rahimahullah adalah orang yang bergelut dengan hadis dan ilmu hadis, sangat luas dan mendalam dalam mempelajari ilmu hadis. Beliau juga mendalami ilmu langsung dari kitab-kitab rujukan yang mu’tabar, sehingga beliau mempunyai kekayaan dalam berbagai disiplin ilmu yang dipelajarinya, hingga tidak ada yang bisa menyainginya diseluruh penjuru Fes dan Maroko. Beliau belajar dan memiliki sanad hadis yang baik dan meriwayatkan kutubussittah dengan sangat baik. Beliau juga dikenal sebagai orang yang beriringan dengan sunnah dalam menyampaikan pesan-pesannya, baik dalam berbicara maupun dalam perbuatan. Beliau selalu teguh dalam menjalankan kesunnahan. Beliau selalu berusaha menerapkan hadis dalam ilmu dan perbuatannya. Sejarah dan biografi beliau sudah sangat terkenal di bumi bagian timur maupun barat. Dengan sebab-sebab itu, ulama-ulama besar sangat merasa bahagia atau berbangga atas kehadirannya.”

Murid beliau, Abdul Hafidz al-Fasi berkata: “Muhammad bin Ja’far adalah salah satu ulama besar Fes, seorang yang mulia dan agung, orang yang multitalent, sangat menguasai dalam bidang ilmu yang beliau pelajari, ilmunya sangat luas dalam berbagai disiplin ilmu, sangat kuat dalam bidang hadis nabi, sangat faham terhadap makna-makna hadis dan fiqihnya, ucapan beliau sangat bagus, fasih, dan sangat faham tentang rijal al-hadis, sangat paham terhadap ulama-ulama masa lalu, terlebih terhadap ulama Fes. Beliau juga sangat memahami ulama-ulama madzhab.

5.    Karya-Karya

Disamping usaha beliau yang sangat besar mengajar para santrinya, beliau juga sangat produktif dalam menulis. Beliau mengisi perpustakaan islam kurang lebih sebanyak 60 karangan dalam bidang ilmu yang berbeda-beda.

Di antaranya adalah:

·           Nazhm al-Mutanatsir fi al-Hadits al-Mutawatir
·           Al-Di’amah fi Ahkam al-‘Imamah
·           Al-Risalah al-Mustathrafah
·           Al-Maulid al-Nabawi
·           Sulwah al-Anfas fi Tarajum ‘Ulama’ Fas
·           Al-Azhar al-‘Athirah al-Anfas fi Sirah al-Sayyid Idris
·           Al-Nubdah al-Yasiirah al-Nafi’ah fi Tarajum Rijal al-Usrah al-Kattaniyah.

 Semua orang menyaksikan kehebatan dan kontribusi beliau yang sangat besar dalam kemajuan dan kecerdasan intelektual. Kabar tentang beliau sudah tersebar, baik di timur maupun di barat.

Beliau meninggal di Fes pada tanggal 16 Ramadhan 1345 H, Pada usia 76 tahun. Beliau dimakamkan di pemakaman keluarga al-Kattani di pinggiran Fes. Sekitar 500.000 orang dari semua lapisan sosial Fes menghadiri pemakamannya. Dua tahun kemudian, tubuhnya dipindahkan ke tempat pemakaman khusus di dalam kota Fes, pada hari senin, 12 Rabiul Akhir 1347 H.  Semoga Allah Merahmati Beliau dengan Rahmat yang luas.

6.    Metode Penulisan Hadits Dalam Kitab “Nazhm Al-Mutanatsir min Al-Hadits Al-Mutawatir”

Dalam kitab ini Al-Imam Muhammad bin Ja’far Al-Kattani mengumpulkan  hadits-hadits mutawatir dan menyusunnya secara tartib mudhu’i sesuai dengan persamaan dari setiap hadits mutawatir tersebut yang berdasarkan atas banyaknya jumlah periwayat, persamaan pendapat para ulama, sehingga penting baginya untuk menyusun kitab ini karena banyaknya hadits-hadits mutawatir yang mana para ulama mewajibkan untuk mengamalkannya.

Para ulama sendiri telah mengklasifikasikannya ke dalam beberapa macam penyusunan, dari beberapa macam tersebut mereka mengkategorikannya lagi ke dalam beberapa model. Di antaranya “Al-Ahadits Al-Mutawatirah Al-Masyhurah”. Adapun Al-Kattani telah mengeksplorasi sebelumnya hadits-hadits mutawatir dari beberapa sumber dan data-data yang ada sampai akhirnya ia dapat mengumpulkan hadits-hadits tersebut dalam jumlah yang banyak. Dan ketika Al-Kattani merasa takut akan hilangnya hafalan darinya maka ia menyusun buku yang diberi nama “Nazhm Al-Mutanatsir min Al-Hadits Al-Mutawatir” dan itu ia lakukan sebelum mengkaji kitab “Al-Azhar Al-Mutanatsiroh” karangan Al-Imam As-Shuyuthi yang beliau ringkas dari kitab sebelumnya “Al-Fawaid Al-Katsirah”.

Kemudian setelah itu Al-Kattani mengkaji kitab karangan As-Shuyuthi tersebut, lalu ia tambahkan dalam kitabnya secara keseluruhan dari hadits-hadits yang ada dalam Al-Azhar tanpa meninggalkan 1 hadits pun. Dari penambahan-penambahan tersebut Al-Kattani memilah-milah mana yang dari sahabat dan mana yang dari tabi’i yang dianggap tidak adanya kesinambungan sanad dari para perawinya. Dalam benaknya Al-Kattani terbesit keinginan sekiranya kalau lah mudah baginya untuk menambahkan hadits-hadits yang belum tercantum dalam karangan As-Shuyuthi niscaya ia akan menambahkannya, tentunya dengan adanya izin Allah dan tanpa bermaksud memberikan pernyataan-pernyataan yang bertolak belakang dengan apa yang telah As-Shuyuthi lakukan.

Dikatakan bahwa  dalam penyusunan hadits-hadits mutawatir setelah Sakhowi adalah golongan dari mereka, yang salah satunya adalah Al-Imam Al-Hafizh Jalaluddin Abu Fadhl Abdurrahman bin Abu Bakar As-Shuyuthi (w. 911 H) yang diberi nama “Al-Fawaid Al-Mutakatsirah fil Akhbar Al-Mutawatirah” yang disusun secara per-bab dengan mencantumkan sekurang-kurangnya 10 sahabat atau lebih. Ia  sangat menguasai aspek-aspek di dalamnya mulai dari sanad, metode, dan lafadz-lafadznya. Kemudian ia menyusun kitab lagi yang diberi nama “Al-Azhar Al-Mutanatsirah fil Akhbar Al-Mutawatirah” sebagai ringkasan dari penyebutan hadits-hadits dan para periwayatnya dari kalangan sahabat sampai kepada para Al-A’immah Al-Masyhurin yang ia cantumkan dalam kitab sebelumnya.

Dalam kitab “Nazhm Mutanatsir” terdapat 31 bab yang terdiri dari 130 hadits, masing-masing ditulis dengan tartib maudhu’i -tartib hija’i-. Adapun dalam kitab Al-Azhar dikatakan terdapat 100 hadits, akan tetapi Al-Kattani mengira lebih dari 100 sekitar 12 lebih banyak. Selain As-Shuyuthi ada Al-Imam Al-Hafizh Syamsuddin Abu Abdillah Muhammad bin Muhammad bin Ali bin Thulun Al-Hanafi Ad-Dimasyqi (w. 953 H) yang mengarang kitab “Al-La’aali Al-Mutanatsirah fii Al-Ahadits Al-Mutawatirah”

Dikatakan dalam syarh “An-Nukhbah li Al-‘Allaamah” karangan Abu Hasan Muhammad Shodiq As-Sanadi Al-Madani bahwa “As-Shuyuthi termasuk orang yang memudahkan dalam memberikan hukum mutawatir  yang mana ia telah melakukannya pada hadits-hadits yang ia cantumkan dalam Al-Azhar Al-Mutanatsirah fii Al-Ahadits Al-Mutawatirah, ia juga menyebutkan beberapa hadits yang diduga tidak mencukupi syarat mutawatir, itu terbukti dari perkataannya yang bermaksud bahwa dirinya mengumpulkan hadits-hadits mutawatir lafdzi akan tetapi di sisi lain hadits-hadits yang ia nyatakan dalam kitab-kitab lain diketahui bahwa hadits-hadits tersebut mutawatir maknawi”


DAFTAR PUSTAKA

Muhammad bin Ja’far Al-Kattani. 1993. Muqaddimah al-Risalah Al-Mustathrafah, Beirut: Dar Al-Basya’ir Al-Islamiyyah
Muhammad bin Ja’far Al-Kattani. 2010. Nazhm Al-Mutanatsir fii Al-Hadits Al-Mutawatir, Kairo: Daar Al-Kutub Al-Salafiyyah
Abdul Hafidz al-Fasi. 2003. Mu’jam al-Syuyukh, Beirut: Daar Al-Kutub Al-Ilmiyyah
Khair al-Din bin Mahmud Al-Zirakli. 2002. Al-A’lam al-Zirakli,  Daar Al-‘Ilm Al-Malayin
Umar bin Ridha Al-Dimasyq. Mu’jam al-Mu’allifin,  Beirut: Daar Ihya Al-Turats





Berlangganan update artikel terbaru via email:

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel